eeda journey

catatan reportase seorang jurnalis:
pendidikan,hukum,sosial politik, budaya

SEMARANG-Tahun ini, Unnes kembali mendapat kepercayaan dari pemerintah yakni Direktorat Ketenagaan Dirjen Dikti- Depdiknas untuk melaksanakan kegiatan program bantuan sosial sertifikasi guru dalam jabatan melalui jalur pendidikan. Hal itu dilaksanakan dalam rangka menunjang wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, bidang studi IPA SMP dan bimbingan konseling (BK) SMP.


Rektor Unnes Prof Dr Sudijono Sastroatmodjo MSi mengatakan, para guru dibebastugaskan dari mengajar dan tidak ada alasan bagi peserta untuk izin menyelesaikan tugas. Disiplin, katanya, menjadi kunci sukses. Adapun peserta yang dikirim untuk mengikuti pendidikan ini adalah guru-guru pilihan dan berprestasi. ''Maka Unnes mengambil kebijakan bahwa semua dosen yang terlibat dalam program ini adalah dosen-dosen terbaik.''
Sekretaris pelaksana Drs Joko Sutarto MPd menambahkan, tujuan program sertifikasi guru dalam jabatan melalui jalur pendidikan adalah memberikan kesempatan pada guru berprestasi untuk memeroleh sertifikat pendidikan melalui jalur pendidikan. Adapun jumlah peserta yang telah melakukan registrasi yakni 43 orang, terdiri atas 32 orang guru bidang studi IPA SMP (dari jumlah kuota 35 orang), dan 11 orang guru BK SMP (dari kuota 16 orang). Adapun batas akhir registrasi 20 September 2008.
Kegiatan berlangsung selama dua semester. Perkuliahan semester I dimulai 15 September 2008-3 Januari 2009. Sedangkan semester II pada 9 Februari-30 Mei 2009. Dan ujian akhir, yakni uji kompetensi yang kemudan disusul oleh penyerahan sertifikat pendidik bagi yang lulus direncanakan pada akhir Juli 2009.
Pada kuliah perdana yang disampaikan Dr Supriadi Rustad MSi di Kampus Unnes Sekaran, ia menjelaskan beberapa pandangan para ahli terkait 4 indikator guru yang baik. ''Pertama, guru yang professional ketika mengajar jangan hanya pada tingkat level to tell (memberitahu), to explain (menjelaskan), to clarify. Namun harus sampai pada to inspire, mampu memberikan ilham pada murudnya untuk berkembang.''
Kedua, sambungnya, ada perbedaan mencolok dalam pengajaran di Indonesia dan luar negeri. Menurut dia, kita terbiasa dengan convergent thinking. Murid-murid terbiasa dengan satu jawaban tunggal dan itu terjadi di SD kelas 6.
''Di era globalisasi, jawaban itu bisa banyak sekali. Sehingga guru yang baik adalah yang punya pola pikir berkembang. Orang yang cerdas akan mempunyai cabang dalam berpikir.''
Ketiga, membuat murid-murid untuk berpikir kreatif, tidak mungkin terjadi tanpa guru yang juga kreatif. Dan terakhir, tegasnya, guru yang mengajar in the context, sesuai dengan background empiris dari peserta didik. (H11-)

Grab this Widget ~ Blogger Accessories
Subscribe