eeda journey

catatan reportase seorang jurnalis:
pendidikan,hukum,sosial politik, budaya

1:35 PM

Tegakkan Hukum Tak Bisa Semata Andalkan UU

Posted by Eeda |


SEMARANG- Untuk mewujudkan penegakan hukum, tak bisa hanya mengandalkan pada sistem peraturan perundang-undangan yang baik dan memadahi. ''Manusia dengan perilakunya juga harus memiliki kepribadian, kemampuan, dan integritas yang baik. Ia juga harus memiliki kesadaran dalam mentaati peraturan yang berlaku.'' Hal tersebut diungkapkan Jaksa Agung Hendarman Supandji saat upacara penganugrahan doktor honoris causa (Dr HC) dirinya di Gedung Prof Sudharto SH, Undip Tembalang (18/7).

Hendarman adalah orang ketujuh yang dianugrahi gelar doktor honoris causa oleh Undip. Sebelumnya, perguruan tinggi itu juga pernah memberikan gelar yang sama pada mantan Menlu Ali Alatas SH, Sri Paduka Baginda Tuanku Ja'far Inbi Alamahum Tuanku Abdul Tahman Yang Dipertuan Agong X Malaysia , Menteri PU Djoko Kirmanto, mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, mantan Gubernur DKI Sutiyoso, dan Meneg PAN Taufiq Effendi.
Dalam pidatonya yang berjudul ''Membangun Budaya Antikorupsi Sebagai Bagian dari Kebijakan Integral Penanggulangan Korupsi di Indonesia'', pria kelahiran Klaten 6 Januari 1947 itu berpendapat tingginya kasus korupsi di Indonesia merupakan indikator bahwa tingkat ketidakjujuran berada pada level yang memprihatinkan. ''Padahal sikap jujur dalah salah satu sarana untuk menghindarkan diri dari sikap koruptif.'' Menurut alumnus FH Undip 1972 itu, jika budaya jujur (antikorupsi) dan integralitas moral masih belum terbina dan terbentuk maka belum tentu budaya korupsi bisa diberantas tuntas walaupun kepolisian, kejaksaan, dan KPK terus melaksanakan tugasnya selama puluhan tahun.
Di hadapan para civitas akademika Undip dan para pejabat yang hadir, Hendarman tidak saja memaparkan teori dan konsep penanggulangan korupsi. Dia juga memaparkan karya nyatanya. Bekerjasama dengan Karang Taruna, ia membentuk dan membina 7.456 kantin kejujuran di seluruh Indonesia. Sekolah Pangeran Diponegoro di SMAN 3 Jakarta, dibentuknya sebagai sekolah antikorupsi. ''Moral generasi muda adalah aset utama sebuah bangsa. Dengan mempersiapkan mereka agar memiliki sikap hidup, moral, dan mental yang baik serta perilaku jujur adalah cara efektif mencegah dan menanggulangi munculnya koruptor di masa depan.'' Mengingat pembinaan budaya antikorupsi juga harus menyentuh semua lini, maka kantin kejujuran tidak hanya ada di sekolah namun juga di lembaga/instansi, termasuk kejaksaan.
Pada jumpa pers yang dilaksanakan sehari sebelum penganugrahaan gelar, Jaksa Agung menegaskan bahwa dalam pemberantasaan korupsi, pihaknya bekerjasama dengan lembaga penegak hukum lainnya seperti kepolisian dan MA. ''Dengan kepolisian misalnya, kerjasama harus bersinergi, tidak kejar-kejaran.'' Kalau ada perkara yang mandeg, sambungnya, harus diselesaikan bersama dan dicari penyebabnya, misalnya apakah alat buktinya kuat atau tidak. Dengan MA, ujarnya, kejaksaan juga telah menandatangani nota kesepahaman terkait pengeluaran vonis. ''Pokoknya, surat vonis harus keluar begitu perkara diputuskan oleh hakim. Kalau dulu kan tidak seperti itu dan ada biayanya pula.''
Seperti diberitakan, Undip mendapat kritikan dari beberapa lembaga terkait pemberian gelar doktor HC kepada Jaksa Agung yang dinilai belum bisa menyelesaikan banyak kasus korupsi. Namun demikian Rektor Undip Prof Dr dr Susilo Wibowo MS Med Sp And menjelaskan bahwa gelar itu diberikan pada Hendarman atas dasar keilmuan yang dimiliki dan juga terobosannya mendirikan kantin kejujuran untuk menanamkan budaya antikorupsi. Undip berpendapat, pemikiran-pemikiran Hendarman setara dengan disertasi seorang doktor. (H11-)

Grab this Widget ~ Blogger Accessories
Subscribe