eeda journey

catatan reportase seorang jurnalis:
pendidikan,hukum,sosial politik, budaya

3:05 PM

Jalur Khusus Tidak Selalu Laku

Posted by Eeda |

1-7-08

SEMARANG- Agaknya hanya sekolah favorit yang berhasil mengeruk keuntungan besar dari jalur khusus yang diizinkan oleh Pemkot. Nyatanya beberapa sekolah yang tidak favorit, tidak berhasil memenuhi kuota yang diberikan untuk jalur tersebut yakni 10%. SMPN 40 Jl Suyudono misalnya, hanya berhasil meraih 12 siswa. Padahal daya tampung sekolah itu adalah 252. Besaran sumbangan juga tidak gila-gilaan seperti sekolah favorit. Hanya berkisar Rp 3 juta-Rp 5 juta. Wakasek SMPN 40 Eko Suwanto (1/7) menjelaskan, dari 14 anak yang diterima melalui jalur itu, 2 diantaranya mengundurkan diri. Nominal sumbangan yang relatif sedikit dibandingkan yang diterima sekolah favorit tidak menjadi masalah bagi pihaknya. Karena nominal sebesar itulah yang memang mampu dibayarkan orangtua siswa yang mendaftarkan ke sekolahnya. ''Mau dipatok tinggi tapi kalau mampunya segitu ya sekolah tidak bisa berbuat apa-apa.'' Lagipula, hal itu tidak begitu merisaukan pihaknya. Pasalnya, imbuhnya, sekolah yang berhasil meraup ratusan juta dari orangtua siswapun, uangnya harus disetorkan ke kas daerah. ''Kalaupun uang dari hasil jalur khusus sekolah kami harus dimasukkan ke kas daerah ya tidak masalah. Toh sebenarnya kalau disebarkan angket, saya lebih memilih menggelar jalur reguler ketimbang khusus.''
Sementara itu Kepala SMP Negeri 36, Dra Yuli Heriani MM mengatakan, meski siswa yang diterima melalui jalur khusus di sekolah yang dipimpinnya belum memenuhi kuota, yaitu hanya 24 orang, namun ia tak kecil hati. Siswa hasil PPD jalur khusus di tempatnya paling banyak membayar Rp 2,5 juta. Sedang yang terbanyak adalah siswa berprestasi di bidang olahraga, dimana mereka dikenakan biaya Rp 2 juta.
"Sebenarnya kalau dibilang meri ya meri, karena sekolah lain dapat hingga ratusan juta. Tapi semua harus disyukuri. Karena jika tidak masuk kasda seluruh uang rencananya akan digunakan untuk perbaikan ruang kelas," katanya.
Senada, Kepala SMP Negeri 25 mengatakan, apa yang dilakukan sekolah-sekolah lain termasuk sekolahnya sudah sesuai dengan juknis Dinas Pendidikan Kota Semarang. Sehingga menurutnya, sah-sah saja menerima uang banyak asal tidak menyalahi aturan. "Yang jelas kami menyadari keadaan sekolah kami. Kalau sekolah lain dapat uang banyak, sedang sekolah kami tidak, itu sudah rezeki masing-masing," kata dia.
Wakasek Kesiswaan SMAN 5 Suratno mengatakan besaran sumbangan jalur khusus oleh orangtua murid merupakan keinginan mereka sendiri dan bukan permintaan dari pihak sekolah. ''Itu juga diatur dalam juknis. Jangan sekolah yang disalahkan, karena besaran sumbangan diisi sendiri oleh orangtua tanpa paksaan.''
Suswahyuni salah seorang orangtua murid yang anaknya memiliki nilai 35, memutuskan ikut jalur reguler di SMAN 5 karena sebelumnya anaknya ikut jalur khusus tapi gagal. Suswahyuni hanya mampu menyumbang Rp 15 juta mengingat nilai anaknya cukup bagus yakni 35. Ia sendiri menganggap wajar jalur khusus. ''Kalau ada yang menganggap tidak wajar, itu hak mereka. Terkait besaran sumbangan yang fantastis, itu tergantung orangtua murid.'' Ia sendiri hanya mematok Rp 15 juta karena menganggap angka itu masih rasional. Kalau masuk SMA lebih dari Rp 15 juta menurut dia sudah tidak irasional. ''Bagaimanapun juga saya akan memperjuangkan anak saya masuk ke SMAN 5 karena memang dia ingin sekali bersekolah di sini.''
PPD Reguler
Kemarin (1/7) sampai 4 Juli, semua sekolah negeri membuka jalur PPD reguler. Peminat membanjiri sekolah-sekolah negeri. Kendati sudah banyak yang langsung mengembalikan formulir pada hari itu juga, namun beberapa masih menunda dengan alasan menunggu jurnal hari pertama. Sri, salah seorang orangtua murid yang mengantarkan anaknya mendaftarkan ke salah satu SMAN di Banyumanik mengaku akan melihat besarnya peluang anaknya masuk ke sekolah itu setelah melihat jurnal hari pertama. ''Soalnya nilai anak saya mepet.''
Terkait besarnya sumbangan yang ia mampu berikan ke sekolah, Sri mengaku masih sanggup kalau harus membayar sekitar Rp 1-2 juta. ''Kalau lebih dari itu, ya berat juga. Soalnya kebutuhan keluarga juga banyak.''
Di SMPN 40, dari 300an pendaftar, 200an calon siswa sudah mengembalikan formulir. Adapun rumus perhitungan nilai akhir antara SMP, SMA, dan SMK berbeda. Untuk SMP, rumus yang digunakan NA=2A+B di mana NA adalah nilai akhir, A adalah jumlah nilai UASBN, dan B nilai bonus prestasi. Sedangkan untuk SMA menggunakan rumus NA=A (nilai UN)+B (nilai bonus prestasi). Dan di SMK menggunakan rumus NA=70% (2A(nilai Bahasa Indonesia)
Rektor Universitas Dian Nuswantoro, Eddy Noersasongko mengatakan, web site PPD Kota Semarang yang berisi statistik PPD SD, SMP, SMA, SMK se-Kota Semarang bisa diakses kapanpun. Statistik berisi mulai nilai tertinggi hingga terendah, pemilih dalam luar kota, dalam dan luar rayon, daya tampung reguler dan jumlah pemilih seleksi reguler.
"Kami sudah menempatkan 130 mahasiswa Udinus tingkat akhir di seluruh SMP, SMA, dan SMK se-Kota Semarang. Tiap sekolah sudah mengisi data secara online, sehingga kapanpun data bisa diakses," kata dia.
Dijelaskannya, kendala yang dihadapi hingga sekarang adalah alamat formulir yang beda dengan Kartu Keluarga (KK), dan foto kopi KK yang tidak jelas. "Kalau alamat beda sangat pengaruh untuk rayonisasi, sedang foto kopi KK yang tidak jelas juga berpengauh pada usia," tuturnya.
Ditambahkannya, pemadaman listrik di sekolah juga jadi kendala tersendiri. "Hai ini saja (Selasa-red), SMP 17 dan SMP 11 mengalami pemadaman listrik. Sehingga menghambat proses pemasukan data," imbuhnya,"(H11, J8-)

Grab this Widget ~ Blogger Accessories
Subscribe