eeda journey

catatan reportase seorang jurnalis:
pendidikan,hukum,sosial politik, budaya

4:14 PM

Tak Mudah Rebut Budaya yang Diklaim Bangsa Lain

Posted by Eeda |

SEMARANG- Masih segar dalam ingatan kita ketika kesenian Reog Ponorogo ''dicuri'' Malaysia. Hampir semua elemen Bangsa Indonesia mengecam tindakan itu. Padahal sebelum kejadian itu, hanya segelintir orang yang peduli akan kelestarian seni dan budaya. Yang menjadi pertanyaan adalah, bisakah kita merebut kembali kesenian atau budaya yang sudah diklaim oleh negara lain ?

''Itu sulit karena Indonesia tidak punya badan seperti di India (National Biodiversity Authority dan Traditional Knowledge Digital Library) yang mencatat semua jenis budaya, karya seni. Ada bukti otentik serta kajian ilmiahnya dan berkekuatan hukum,'' kata dosen FH Undip yang juga bergelut mengurusi Hak Kekayaan Intelektual (HaKI), Dr Budi Santoso SH MS saat menjadi pembicara pada Seminar Budaya ''Pencurian Kebudayaan Bangsa, Budaya Indonesia, Milik Siapa? di Perpustakaan FISIP Undip Pleburan Kamis sore (18/9). Jadi, begitu kebudayaan India diklaim oleh bangsa lain, sambung dia, bisa direbut kembali dengan membeberkan fakta ilmiah tersebut.
Indonesia, kata dia, harusnya membuat badan National Folkore Authority. Ia yakin itu bisa dilakukan jika ada good will dari pemerintah. ''Kan bisa saja Mendagri memberi sejumlah anggaran dan kemudian memerintahkan para kepala daerah untuk mengidentifikasi/mengiventarisir semua kebudayaan, seni yang ada di sana.'' Diakuinya, Indonesia lemah pada soal pencatatan, pengarsipan, dan pendokumentasian budaya.
Pada acara yang diprakarsai oleh HMJ Ilmu Komunikasi FISIP Undip dan Kelompok Studi Bahasa Asing FH Undip itu, Budi menjelaskan, sebenarnya saat ini, sudah ada peraturan di mana negara asing yang mau mementaskan kesenian suatu negara untuk acara komersial harus membayar sejumlah royalti. Namun sayang, kata Budi, komunitas kesenian tidak bisa menikmatinya, padahal mereka yang berhak. Dicontohkannya kesenian Reog yang di pentaskan di luar negeri untuk acara komersial, kemudian penyelenggaramya membayar sejumlah uang royalti pada Pemerintah Indonesia. Namun uang royalti itu tidak bisa dinikmati oleh komunitas Reog di tempat asalnya.
Pembicara lain, Dekan FS Undip Prof Dr Nurdien H Kistanto MA mengungkapkan bahwa mencintai, menyadari, dan menghargai karya bangsa sendiri tidaklah cukup kalau tidak dijaga. Senada dengan Budi, ia juga menekankan pada peningkatan kesadaran hukum dan pentingnya identifikasi kekayaan hasil karya bangsa. Namun demikian, Nurdien juga mengkritik perilaku bangsa kita yang sangat emosional saat mengetahui kebudayaannya ''dicuri'' bangsa lain namun tidak malu mengenakan produk palsu. Misalnya, tandas dia, celana jeans palsu merek Levis/Lea yang dibeli di Cibaduyut. Atau tas palsu bermerek yang dijual di Tanggulangin.
Karena itulah Nurdien mengajak masyarakat untuk sadar bahwa kebudayaan kita sekarang tidak semata-mata milik bangsa kita, melainkan juga ''milik bangsa-bangsa di dunia.'' Budi juga mengungkapkan hal serupa. Menurut dia, kepemilikan suatu kebudayaan tidak bisa dikotak-kotakkan dalam batasan geografi. Misalnya masyarakat di sebagian Sumatra dan sebagian Malaysia yang berkebudayaan melayu. (H11-)

PS: Buat Mbak Hellen, makasih awardnya...nih udah aku pasang...Thx A lot

Grab this Widget ~ Blogger Accessories
Subscribe